KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk memenuhi remidi mata
pelajaran Ipa Terapan
Terima
kasih disampaikan kepada Bapak Suranto S,pd
Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat,
agar dapat memenuhi tugas Ipa Terapan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa jenis molekul dapat mempengaruhi aktivitas
enzim. Aktivitas dari enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa jenis molekul,
salah satunya adalah inhibitor. Inhibitor merupakan suatu senyawa yang dapat
menghambat atau menurunkan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Inhibitor
irreversibel atau tidak dapat balik, dimana setelah inhibitor mengikat enzim,
inhibitor tidak dapat dipisahkan dari sisi aktif enzim. Keadaan ini menyebabkan
enzim tidak dapat mengikat substrat atau inhibitor merusak beberapa komponen
(gugus fungsi) pada sisi katalitik molekul enzim. Sedangakan nhibitor
reversibel atau dapat balik, bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim melalui
reaksi reversibel dan inhibitor ini dapat dipisahkan atau dilepaskan kembali
dari ikatannya. Inhibitor dapat balik terdiri dari tiga jenis, yaitu inhibitor
yang bekerja secara kompetitif, non-kompetitif, dan un-kompetitif.
Sehingga dilakukan percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim. Dimana
dalam percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim ini, digunakan
inhibitor kompetitif yaitu malonat. Dalam hal ini malonat yang menginhibisi
reaksi yang dikatalisis oleh enzim suksinat dehidrogenase.
B. Rumusan Masalah
1. Sifat-Sifat Enzim
2. Klasifikasi Enzim
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Enzim
4. Cara Kerja Enzim
5. Katalosator Enzim
6. Sifat mengatur sendiri dari Enzim
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat-Sifat Enzim 

1.
Enzim
adalah Protein
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2.
Bekerja
secara khusus/spesifik
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
3.
Berfungsi
sebagai katalis
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4.
Diperlukan
dalam jumlah sedikit
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi.
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi.
5.
Bekerja
bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
B. Klasifikasi Enzim
Enzim
dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya, substrat yang dikatalisis,
daya katalisisnya, dan cara terbentuknya.
1.
Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya
A. Endoenzim
Endoenzim
disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel.
Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis di dalamsel dan
untuk pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal
dalam proses respirasi.
B. Eksoenzim
Eksoenzim
disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel.
Umumnya berfungsi untuk “mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan
molekul yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk
melewati membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di
luar sel tidak digunakan dalam proses kehidupan sel.
2.
Penggolongan enzim berdasarkan daya katalisis
A. Oksidoreduktase
Enzim ini
mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron,
hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase
dan hidrogen peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer
oksidase, yaitu enzim oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.
B.
Transferase
Transferase
mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul yang
lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:
1.
Transaminase
adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
2.
Transfosforilase
adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
3.
Transasilase
adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
C. Hidrolase
Enzim ini
mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
1.
Karboksilesterase
adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil.
2.
Lipase
adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3.
Peptidase
adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
D. Liase
Enzim ini
berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari suatu
molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1.
L malat
hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan air
dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
2.
Dekarboksiliase
(dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan gugus
karboksil.
E. Isomerase
Isomerase
meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
1.
Rasemase,
merubah
l-alanin
D-alanin
2.
Epimerase,
merubah D-ribulosa-5-fosfat
D-xylulosa-5-fosfat
3.
Cis-trans
isomerase, merubah
transmetinal
cisrentolal
4.
Intramolekul
ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat
dihidroksi aseton fosfat
5.
Intramolekul
transferase atau mutase, merubah
metilmalonil-CoA
suksinil-CoA
F. Ligase
Enzim ini
mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul pirofosfat
dari nukleosida trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang
mengkatalisis rekasi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH
+ ATP Asetil CoA + AMP + P-P
3. Enzim
lain dengan tatanama berbeda
Ada
beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim
pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease.
Permease adalah enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel
dari membran sel.
4. Penggolongan
enzim berdasar cara terbentuknya
A. Enzim konstitutif
Di dalam
sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga
enzim tersebut selalu ada umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun
demikian ada enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim
amilase. Sedangkan enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya
tidak dipengaruhi oleh kadar substratnya.
B.
Enzim adaptif
Perubahan
lingkungan mikroba dapat menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi
menyebabkan kecepatan sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa
ribu kali. Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh
adanya substrat. Sebagai contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan
oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang
mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak dapat menggunakan
laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan (fase lag/fase
adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama
fase lag tersebut E. coli membentuk enzim beta galaktosidase
yang digunakan untuk merombak laktosa.
Enzim
diklasifikasikan berdasarkan tipe reaksi dan mekanisme reaksi yang dikatalisis.
Pada awalnya hanya ada beberapa enzim yang dikenal, dan kebanyakan
mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi
dengan menambahkan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang
dihidrolisis. Contoh: lipase menghidrolisis lipid, amilase menghidrolisis
amilum, protease menghidrolisis protein. Pemakaian penamaan tersebut terbukti
tidak memadai karena banyak enzim mengkatalisis substrat yang sama tetapi
dengan reaksi yang berbeda. Contohnya ada enzim yang megkatalisis reaksi
reduksi terhadap fungsi alkohol gula dan ada pula yang mengkatalisis reaksi
oksidasi pada substrat yang sama.
Sistem
penamaan enzim sekarang tetap menggunakan –ase, namun ditambahkan pada jenis
reaksi yang dikatalisisnya. Contoh: enzim dehidrogenase mengkatalisis reaksi
pengeluaran hidrogen, enzim transferase mengkatalisis pemindahan gugus
tertentu. Untuk menghindari kesulitan penamaan karena semakin banyak ditemukan
enzim yang baru, maka International Union of Biochemistry (IUB)telah
mengadopsi sistem penamaan yang kompleks tetapi tidak meragukan berdasarkan
mekanisme reaksi. Namun sampai sekarang masih banyak buku-buku yang masih
menggunakan sistem penamaan lama yang lebih pendek.
C. faktor yang mempengaruhi
enzim
a. Suhu
Enzim terdiri atas molekul-molekul protein. Oleh karena itu, enzim masih tetap mempuyai sifat protein yang kerjanyas dipengaruhi oleh suhu. Enzim dapat bekerja optimum pada kisaran suhu tertentu, yaitu sekitar suhu 400 C. Pada suhu 00 C, enzim tidak aktif. Jika suhunya dinaikkan, enzim akan mulai aktif. Jika suhunya dinaikkan lebih tinggi lagi sampai batas sekitar 40 – 500 C, enzim akan bekerja lebih aktif lagi. Namun, pemanasan lebih lanjut membuat enzim akan terurai atau terdenaturasi seperti halnya protein lainnya. Pada keadaan ini enzim tidak dapat bekerja.
·
Enzim
tidak aktif pada suhu kurang daripada 0oC.
·
Kadar
tindak balas enzim meningkat dua kali ganda bagi setiap kenaikan suhu 10oC.
·
Kadar
tindak balas enzim paling optimum pada suhu 37oC. Enzim ternyahasli
pada suhu tinggi iaitu lebih dari 50oC.
b.
Derajat Keasaman (pH)
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzimtersebut akan rusak.
Sebagai contohnya, enzim pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH rendah.
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzimtersebut akan rusak.
Sebagai contohnya, enzim pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH rendah.
·
Setiap
enzim bertindak paling cekap pada nilai pH tertentu yang disebut sebagai pH
optimum.
·
pH
optimum bagi kebanyakan enzim ialah pH 7.
·
Terdapat
beberapa pengecualian, misalnya enzim pepsin di dalam perut bertindak balas
paling cekap pada pH 2, sementara enzim tripsin di dalam usus kecil bertindak
paling cekap pada pH 8.
c. Inhibitor
Hal lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah feed back inhibitor. Feed back inhibitor adalah keadaan pada saat substansi hasil (produk) kerja enzim yang terakumulasi dalam jumlah yang berlebihan akan menghambat kerja enzim yang bersangkutan.
1. Inhibitor Kompetisi
Pada inhibitor kompetisi terjadi penambahan
substrat dapat mengurangi daya hambatnya, karena inhibitor bersaing dengan
substrat untuk mengikta bagian aktif enzim. Misalnya enzim suksinat
dehidrogenase yang berfungsi mengkatalisis reaksi oksidasi asam uksinat menjadi
fumarat, jika dalam proses ini dutambahkan asam malonat, maka enzim suksinat
dehidrogenase akan menurun aktivitasnya.
Tetapi jika diberikan lagi asam suksinat sebagai
substrat reaksi akan normal kembali. Sehingga aktivitas inhibitor ini sangat
bergantung pada konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat, dan
aktivitas relatif inhibitor dan substrat.
2. Inhibitor Nonkompetisi
Inhibitor nonkompetisi pengauhnya tdak dapat
dihilangkan dengan adanya penambahan substrat lain, dimana inhibitor ini
akan berikatan dengan permukaan enzim tanpa lepas dan lokasinya tidak
dapat diganti oleh substrat. Sehingga daya kerja inhibitor sangat tergantung
dari konsentrasi inhibitor dan aktivitas inhibitor terhadap enzim.
d. Konsentrasi Substrat
Mekanisme kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang tersedia. Jika jumlah substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah. Sebaliknya, jika jumlah substrat yang tersedia banyak, kerja enzim juga cepat. Pada keadaan substrat berlebih, kerja enzim tidak sampai menurun tetapi konstan.
·
Pada
kepekatan substrat rendah, bilangan molekul enzim melebihi bilangan molekul
substrat. Oleh itu,cuma sebilangan kecil molekul enzim bertindak balas dengan
molekul substrat.
·
Apabila
kepekatan substrat bertambah, lebih molekul enzim dapat bertindak balas dengan
molekul substrat sehingga ke satu kadar maksimum.
·
Penambahan
kepekatan substrat selanjutnya tidak akan menambahkan kadar tindak balas kerana
kepekatan enzim menjadi faktor pengehad.
·
Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang
hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai
dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu
menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi
(rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai
lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
·
Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan
struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan
dengan substrat. Inhibitor Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim.
Bersifat reversible dan irreversible.

E. KATALISATOR
Istilah katalisator berawal dari penelitian
Berzelius (1836) tentang proses proses pemercepatan laju reaksi dan
menjabarkannya sebagai akibat adanya gaya katalisis. Sebutan “gaya” katalisis
ternyata tidak terbukti, tetapi istilah katalisator tetap digunakan untuk
menyebuitkan pengaruh substansi tertentu yang ikut dalam proses tanpa mengalami
perubahan. Senyawa yang menurunkan laju reaksi biasa disebut sebagai
katalisator negatif atau inhibitor, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah
katalis.
Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh
Ostwalsd sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa
merubah besarnya energi yang menyertai reaksi tersebut. Pada tahun 1902 Ostwald
mendefinisikkan katalis sebagai substansi yang mengubah laju reaksi tanpa
terdapat sebagai produk pada akhir reaksi, dengan kata lain katalisator
mempengaruhi laju reaksi dan berperan sebagai reaktan sekaligus produk reaksi.
Selanjutnya pada tahun 1941, Bell menjelaskan substansi yang dapat disebut
sebagai katalis suatu reaksi adalah ketika sejumlah tertentu substansi
ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi bertambah dari laju pada
keadaan stoikiometri biasa. Jika substansi tersebut ditambahkan pada reaksi
maka tidak mengganggu kesetimbangan.
Penggolongan katalis dapat didasarkan pada fasenya
yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis
yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya,
sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Katalis homogen umumnya
bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia
yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses
yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik,
di mana C melambangkan katalisnya:
A + C →
AC …………(1)
B + AC → AB + C …………(2)
A + B + C → AB + C …………(3)
Meskipun katalis (C) bereaksi dengan reaktan oleh reaksi 1, namun katalis dapat dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi reaksi (3).
Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya:
• Katalis Asam-Basa
Katalis asam-basa sangat berperan dalam perkembangan kinetika kimia. Awal penelitian kinetika reaksi yang dikatalisis dengan suatu asam atau basa bersamaan dengan perkembangan teori dissosiasi elektrolit, dimana Ostwald dan Arrhenius membuktikan bahwa kemampuan suatu asam untuk mengkatalisis reaksi tersebut adalah tidak bergantung pada sifat asal anion tetapi lebih mendekati dengan sifat konduktivitas listriknya. Penelitian lain yang menggunakan katalis asam basa antara lain Kirrchoff yang meneliti hidrolisis pati oleh pengaruh asam encer, Thenard yang meneliti dekomposisin hidrogen peroksida oleh pengaruh basa dan Wilhelmy yang meneliti tentang inversi tebu yang dikatalisis dengan asam.
• Katalis Ziegler-Natta
Katalis Ziegler-Natta ditemukaan poleh Ziegler pada tahun 1953 yang digunakan untuk polimerisasi etana, yang selanjutnya pada tahun 1955 Natta menggunakan katalis tersebut untuk polimerisasi propena dan monomer jenuh lainnya. Katalis Ziegler-Natta dapat dibuat dengan mencampurkan alkil atau aril dari unsur golongan 11-13 pada susunan berkala, dengan halida sebagai unsur transisi.Saat ini katalis Ziegler-Natta digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen.
Katalis
Friedle-Crafts
Pada tahun 1877 Charles Friedel dan James M.Crafts
mreakukan penelitian tentang pembuatan senyawa amil iodida dengan mereaksikan
amil klorida dengan aluminium dan yodium yang ternyata menghasilkan
hidrokarbon. Selanjutnya mereka menemukan bahwa pemakaian aluminium klorida
dapat menggantikan alumunium untuk menghasilkan hidrokarbon. Dengan demikian
Friedel dan Crafts merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa keberadaan
logam klorida sangat penting sebagai reaktan atau katalis. Hingga saat ini
penerapan kimia Friedel-Crafts sangat luas terutama di industri kimia.
• Katalis dalam Reaksi Metatesis
Pada tahun 1970 Yves Chauvin dari Institut Francais
du Petrole dan Jean-Louis Herrison menemukan katalis logam karbena (logam yang
dapat berikatan ganda dengan atom karbon membentuk senyawa), atau dikenal juga
dengan istilah metal alkilidena. Melalui senyawa logam karbena ini, Chauvin
berhasil menjelaskan bagaimana susunan logam berfungsi sebagai katalis dalam
suatu reaksi dan bagaimana mekanisme reaksi metatesis. Metatesis dapat
diartikan sebagai pertukaran posisi atom dari dua zat yang berbeda. Contohnya
pada reaksi AB + CD -> AC + BD, B bertukar posisi dengan C.
• Katalis Grubbs
Perkembangan penemuan Chauvin dan Schrock terjadi
tahun 1992 ketika Robert Grubbs dan rekannya Grubbs berhasil menemukan katalis
metatesis yang efektif, mudah disintesis, dan dapat diaplikasikan di
laboratorium secara baik. Mereka menemukan tentang logam rutenium tantalum,
tungsten, dan molybdenum (komplek alkilidena) sebagai logam yang paling cocok
sebagai katalis. Katalis menjadi standar pembanding untuk katalis yang lain.
Penemuan katalis Grubbs secara tidak langsung menambah peluang kemungkinan
sintesis organik di masa depan.
· Sistem Katalis Tiga
Komponen
Sebuah sistem katalis dengan tiga komponen berhasil
digunakan untuk membuat polimer bercabang dengan struktur-struktur yang tidak
bisa didapat dengan sebuah katalis tunggal atau sepasang katalis yang bekerja
bergandengan. Pada tahun 2002 Guillermo C. Bazan, seorang profesor kimia dan
material di University of California, Santa Barbara; mahasiswa pascasarjana
Zachary J. A. Komon; dan rekan kerja di Santa Barbara dan Symyx Technologies
sudah mendemonstrasikan sebuah sistem dengan tiga katalis yang homogen; ketiga
campuran bekerja sama mengubah sebuah monomer tunggal – etilen – menjadi
polietilen bercabang. Jumlah dan jenis cabang yang dihasilkan dapat dikontrol
dengan menyesuaikan komposisi campuran katalisnya. Tiga katalis ini terdiri
dari dua persenyawaan organonikel dan sebuah persenyawaan organotitanium. Satu
dari katalis dengan unsur dasar nikel mengubah etilen menjadi 1-butena,
sedangkan yang lainnya mengubah olefin menjadi penyebaran dari 1-alkena.
Persenyawaan titanium menggabungkan etilen dari hasil reaksi-reaksi lainnya
menjadi polietilen.
F. Sifat Mengatur Sendiri dari Enzim
Beberapa sistim multi enzim mempunyai sifat untuk
mengatur sendiri kecepatan reaksinya, dimana kadang produk akhir dapat menjadi
inhibitor untuk reaksi awal, kecepatan keseluruhan reaksi sangat bergantung
pada konsentrsi produk akhir. Untuk konversi dari L-treonin ke L-isoleusin
mempunyai lima tahap reaksi dengan menggunakan lima jenis enzim yang berbeda.
1. Konversi dari L-treonin ke L-isoleusin
Jika L-isoleusin terdapat dalam konsentrasi
yang tinggi dalam sistim, maka reaksi langkah pertama akan dihambat.
Pada kebanyakan reaksi enzim, sistim pengaturan
diri sendiri, basanya enzim yang mengkatalisis reaksi tahap pertama dihambat
olh hasil metabolisme tahap akhir, enzim ini dikenal sebagai enzim alosterik
dan metabolit dan yang menghambat disebut efektor atau modulator.
Sebagian besar enzim yang diatur secara alosterik
dibangun dari dua atau lebih rantai atau subunit polipeptida. Setiap subunit
mempunyai tempat aktifnya sendir, dan tempat alosterik umumnya berlokasi di
mana subunit-subunit itu menyatu. Keseluruhan kompleks akan berganti-ganti di
antara dua keadaan konformasi, satu keadan secara katalitik aktif dan yang
satunya lagi inaktif. Pengikatan activator ke suatu tempat alosterik akan
mengstabilkan konformasi yang mempunyai tempat aktif yang fungsional,
sementara pengikatan inhibitor alosterik akan mengstabilkan bentuk inaktif
enzim tersebut.
Daerah kontak antqara subunit-subunit suatu
enzim alosterik berhubunga sedemikian rupa sehingga perubahan konformasi dalam
satu subunit akan diteruskan atau ditransmisikan ke semua subunit lainnya.
Melalui interaksi subunit-subunit ini, suatu molekul aktivator atau inhibitor
tunggal yang berikatan dengan salah satu tempat alosterik itu akan mempengaruhi
tempat aktif semua sub unit.
2. Pengaturan Alostrik
Pengaturan alosterik bagian a sebagian besar enzim
alosterik tersusun dari dua atau lebih subunit polipeptida yang
masing-masing memiliki tempat aktif. Enzim ini akan berganti-ganti di
antara dua keadaan konformasi, aktif dan inaktif. Jauh dari tempat aktif
terdapat tempat alosterik, reseptor spesifik untuk pengaturan enzim itu, yang
dapat berfungsi sebagai activator atau sebagai inhibitor.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Gramedia. Jakarta.
Houston, M.E. 1995. Biochemistry Primer For Exercise Science. Human Kinetics. Champaign.USA.
Kay, E.R.M. 1966. Biochemistry : An Introduction to Dynamic Biology. Collier-Macmillan.Canada.
Lehninger, A..L., et al. 1997. Principles of Biochemistry. 2nd .Worth Publisher. New York.
Poedjiadi, A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Stryer, L. 2000. Biokimia. Vol 2. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB. Bandung.
Houston, M.E. 1995. Biochemistry Primer For Exercise Science. Human Kinetics. Champaign.USA.
Kay, E.R.M. 1966. Biochemistry : An Introduction to Dynamic Biology. Collier-Macmillan.Canada.
Lehninger, A..L., et al. 1997. Principles of Biochemistry. 2nd .Worth Publisher. New York.
Poedjiadi, A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Stryer, L. 2000. Biokimia. Vol 2. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar