PERANG MELAWAN KOLONIAL HINDIA BELANDA

NAMA : Adelia Stefhany S.
NO.
: 01
KELAS: XI.14/UPW 2
GURU PENGAMPU: WALIYATI S.Pd
(TUGAS SEJARAH INDONESIA)
SMK NEGERI 1 KARANGANYAR
2013/2014
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberkahi saya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah
ini memuat tentang “Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang” dan
sengaja dipilih karena kita dapat mengambil nilai-nilai kejuangan tokoh
pendahulu serta jalannya perlawanan tokoh pejuang melawan kolonialisme. Saya
mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah saya selesaikan. Tidak
semua hal dapat saya analisa dengan sempurna dalam karya tulis ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang saya miliki.
Semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat.
Karanganyar, 11
November 2014
Penulis
Adelia
Stefhany S
DAFTAR
ISI
Kata pengantar......................................................................................................
i
Daftar isi.................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
A.
Latar
belakang..............................................................................................
B.
Rumusan
masalah.........................................................................................
Bab II Pembahasan
Mengevaluasi perang melawan penjajahan
kolonial Hindi Belanda
A. Perang
Tondano…………………....…........................................................................
B. Patimurra Angkat
Senjata...................................................................................
C. Perang
Padri.........................................................................................................
D. Perang Diponegoro...............................................................................................
E. Perlawanan di
Bali.................................................................................................
F. Perang Banjar......................................................................................................
G. Aceh
Berjihad......................................................................................................
H. Perang
Batak........................................................................................................
Bab IV Penutup
§ Kesimpulan
................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perang yang terjadi
pada abad ke-18 dan 19 dan awal 20 merupaakan perlawanan terhadap pemerintahan
kolonial Hindia – Belanda. Pemerintah kolonial belanda tetap menjalankan taktik
perang yang licik dan kejam. Tipu daya pura-pura mengajak damai, mengadu domba
dan menangkapi anggota keluarga pimpinan perang terus dilanjutkan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana Perang Tondano terjadi?
2. Bagaimana perlawanan dari Pattimura?
3. Bagaimana Perang Padri terjadi?
4. Bagaimana Perang Diponegoro terjadi?
5. Bagaiman Perlawanan di Bali terjadi?
6. Bagaimana Perang Banjar terjadi?
7. Mengapa Aceh berjihad?
8. Bagaimana Perang Batak terjadi?
BAB II PEMBAHASAN
A.
PERANG TONDANO
B. Perang Tondano I
Perang Tondano
I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang-orang
Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang Spanyol di
samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya Franciscus Xaverius. Ubngan mengalami
perkembangan tatapi pada abad ke-17 hubungan dagang mereka terganggu dengan
munculnya VOC. Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos
mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh
Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai
pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas
berdagang mulai tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan
Indonesia menuju Filipina.
VOC berusaha
memaksakan orang-orang Minahasa untuk monopoli berusaha di Sulawesi Utara. Orang
Minahasa kemudian menentang usaha tersebut maka VOC berupaya untuk memerangi
orang minahasa dengan membendung Sungai Temberan. Akibatnya tempat tinggal
tergenang dan kemudian tempat tinggal di danau Tondano dengan rumah apung.
Pasukan VOC kemudian mengepung orang Minahasa di Danau Tondano. Simon Cos
mengeluarkan ultimatum yang berisi 1) orang Tondano harus menyerahkan tokoh
pemberontak kepada VOC 2) orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan
menyerahkan 50-60 nbudak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi. Simon Cos
kecewa karena ultimatum tidak diindahkan .Pasukan VOC kemudian dipindahkan ke
Manado. Setelah itu rakayat Tondano menghadapi masalah dengan hasil panen yang
menumpuk tidak laku terjual kepada VOC. Dengan terpaksa kemudian mereka mendekaati
VOC, maka terbukalah tanah Tondano bagi VOC. Berakhirlah perang Tondano I.
Orang Tondano memindahkan perkampungannya kedataran baru yang bernama Minawanua (ibu negeri)
C. Perang Tondano II
Perang Tondano II
terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19, yakni pada masa
kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Deandels yang
mendapat mandat untuk memerangi Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan maka direkrut
pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah suku-suku yang
memiliki keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah
Deandels melalui Kapten Hartingh,
Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari Minahasa
ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di kirim ke
jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program Deandels untuk
merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian para ukung
bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka
memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.
C.
D. Dalam suasana
Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano,
Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan dan membentuk dua pasukan
tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil menyerang orang-orang
Minahasa. Tanggal 24 Oktober 1808 Belanda menguasai Tondano dan mengendorkan
serangan tetapi kemudian orang-orang Tondano muncul dengan melakukan serangan.
E. Perang Tondano
Ii berlasung lama sampai Agusttus 1809.
dalam suasana kepenatan banyak kelompok pejuang kemudian memihak
Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuanga Tondano terus memberikan
perlawanan. Akhirnya tanggal 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan Moraya hancur
bersama para pejuang. Mereka memilih mati daripada menyerah.
F.
Pattimura Angkat Senjata
Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil
merebut benteng Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran
hongi menimbulkan kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat
Maluku terhadap VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera
meluas ke berbagai daerah. Oleh karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur
Jederal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk
menegakkan kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku,
Kompeni menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat
membunuh Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali.
Dengan gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan
perlawanan rakyat Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari
orang-orang Hitu di bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat
dipadamkan pada tahun 1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang
dipimpin oleh Saidi. Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku,
dan Saparua. Pihak Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia.
Pada bulan Juli 1655 bala bantuan datang di bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom
dan terjadilah pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat terdesak, Saidi
tertangkap dan dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.
Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada
akhir abad ke-18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan
Jamaluddin, namun segera dapat ditangkap dan diasingkan ke Sailan (Sri Langka).
Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di
bawah pimpinan Sultan Nuku dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali
Tidore dari tangan VOC. Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805), VOC
dapat menguasai kembali wilayah Tidore.
Perlawanan Pattimura (1817). Perlawanan Pattimura
terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Sebab-sebab
terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :
- Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC
- Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib
- Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda
Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinan
Thomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai
bergerak dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto.
Selanjutnya rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas
tertembak dan benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku.
A.
Perang Padri
G.
Perang Padri
Perang Padri
terjadi di tanah Minangkabau, Sumatra Barat tahun 1821-1827 perang ini terjadi
karena adanya pertentangan antara kaum padri dengan kaum adat , pertentangan
tersebut telah menjadi pintu masuk bagi campur tangan belanda, di sana terdapat
tiga orang ulama yaitu H.miskin,H.sumanik, dan H.piabang. ulama tersebut di
senut orang-orang yang melakukan gerakan pemurnian di minangkabau dengan nama
kaum padri.
Tahun 1821
pemerintah hindia belanda mengangkat james du pui sebagai residen minangkabau
pada masa itu dia mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh adat. Dengan
perjanjian ini beberapa daerah kemudian di duduki oleh belanda. Perang padri
meletus karena masa itu belanda menempatkan dua meriang dan 100 orang serdadu
belanda yng di tentang keras.
· Fase Pertama(1821-1825)
Di mulai bulan
september 1821 pos pos Simawang menjadi sasaran serbuan Kaum Padri. Kemudian
tuanku pasangan mengerakkan sekitar 20.000-25.000 pasukan. Pasukan padri masa
itu masih menggunakan senjata tradisionl sedangkan pasukan belanda menggunakan
persenjataan yang lengkap dan modern. Di pihak keduanya banyak kehilangan
pasukan.belanda mendirikan benteng di batu sangkar yng terkenal dengan sebutan
front van der Capellen. Perlawanan tersebut muncul di berbagai tempat namun
dengan memusatkan perjuangan di lintau dan tuanku nan renceh menjadi pemimpin.
September 1822 kaum padri berhasil mengusir belanda dan 1823 pasukan padri
berhasil mengalahkan belanda kemudian belanda mengambil strategi damai, 26
januari 1824. Perdamaian terseut di manfaatkn kaum padri untuk menduduki
daerah-daerah lain, namun belanda menolak. Dan itu menimbulkan amarah kaum
padri. Kemudian tuanku imam bonjol menggerakkan kembali semangat melawan
belanda.
· Fase kedua (1825-1830)
Pada tahun 1825-1830
di gunakan belanda untuk sedikit mengendorkan ofensifnya dalam perang padri.
Upaya damai di usahakan sekuat tenaga. Kolonel de Stuers penguasa sipil militer
di Sumatra Barat berusaha mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh kaum padri,
namun tidak dihiraukan. Belanda dengan kelicikannya kemudian belanda meminta
bantuan Sulaiman al Jufri untuk mendekati dan membujuk para pemuka kaum padri.
Imam bonjol menolak tapi Tuanku Lintau menerima hali ini juga di dukung Tuanku
Nan Renceh. Tangal 15 november 1825 ada perjanjian padang yang berisi
a. Belanda mengakui kekuasaan pemimpin
padri di Batu Sangkar, Saruaso, Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukit Tinggi dan
menjamin pelaksanan sistem agama di daerahnya
b. Kedua belah pihak tidak akan saling
menyerang
c. Kedua pihak akan melindungi para
pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan
d. Secara bertahap belanda akan melarang
praktik adu ayam.
· Fase ketiga(1830-1837/1838)
Pada
fase ini kaum padri mendapatkan simpati dari kaum adat yang menyebabkan
kekuatan para pejuang di sumatra barat
meningkat. Kaum padri dari bukit kamang berhasil memutuskan saran komunikasi
belanda di tanjung alam dan bukit tinggi. Tindakan itu di jadikan gillavry untuk
menyerang koto tuo di ampek angkek. Tahun 1831 gillavry di gantikan oleh jacob
elout yang mendapat pesan dari jenderal van den bosh melaksanakan serangan
besar-besaran.
Enout
setelah menguasai batipuh ditujukan ke benteng marapalam. Dengan bantuan dua
orang padri yang berkhianat pada tahun 1831 agustus belanda berhasil menguasai
benteng marapalam. Dengan begitu beberapa nagari di sekitarnya ikut menyerah.
Tahun
1832 belanda meningkatkan ofensif pada kekuatan kaum Padri. Pada tahun 1833
kekuatan belanda sudah begitu besar. Belanda melakukan penyerangan pada pos pos
pertahanan kaum padri.banuhampu, kamang, guguk sigandang, tanjung alam, sungai
kuar, candung dan nagari di agam. Penyerangan guguk sigandang merupakan catatan
hitam dengan penyembelihan dan penyincangan terhadap tokoh-tokoh kaum padri
sekaligus mereka yang dicurigai sebagai pendukung padri. Penyerbuan kamang
mendapat perlawanan sengit namun berhasil dimenangkan belanda, dalam penyerbuan
itu banyak korban dan ditangkapnya tuanku nan cerdik.
Van
den Bosch menerapkan strategi winning the heart pada masyarakat pajak pasar dan
pajak lain. dan pajak lain di hapuskan. Penghulu yang kehilangan penghasilan
diberi gaji 25-30 golden, para kuli juga diberi gaji 50 sen perhari. Elout
digantikan oleh E. Francis kemudian dikeluarkan plakat panjang. Plakat panjang
yaitu pernyataan yang isinya tidak akan ada lagi peperangan antara belanda dan
kaum padri. Setelah pasukan tuanku nan cerdi dapat dihancurkan kemudian
digantikan oleh tuanku imam bonjol. Tahun 1834 belanda memusatkan menyerang
pasukan imam bonjol. Tanggal 16 juni 1835 benteng bonjol dihujani meriam. Tahun
1835 agustus benteng perbukitan dekat bonjol di kuasai belanda. Pada saat itu
imam bonjol ingin berdamai tapi belanda tidak memberi jawaban justru semakin
ketat mengepung pertahanan di bonjol.tahun 1836 benteng bonjol dapat di
pertahankan tetapi satu persatu pemimpin padri di tangkap yang kemudian
melemahkan pertahanan pasukan padri.bulan oktober 1837 belanda mengepung
benteng bonjol. Tanggal 25 oktober 1837 imam bonjol di tangkap di buang ke
cianjur jawa barat, Tanggal 19 januari 1839 ia di buang ke ambon, dan tahun1841
di pindah ke manado dan meninggal pada tanggal 6 november 1864.
H. Perang Diponegoro
Memasuki abad
ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakin
memprihatinkan. Intervensi pemerintah kolonial terhadap pemerintahan lokal
tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan atau dapat melahirkan
konflik baru di lingkungan kerajaan. Hal ini juga terjadi di Surakarta dan
Yogyakarta. Campur tangan kolonial itu juga membawa pergeseran adat dan budaya
keraton yang sudah lama ada di keraton bahkan melahirkan budaya Barat yang
tidak sesuai dengan budaya Nusantara, seperti minum-minuman keras. Dominasi
pemerintahan kolonial juga telah menempatkan rakyat sebagai objek pemerasan,
sehingga semakin menderita. Pada waktu itu pemerintah kerajaan mengizinkan
perusahaan asing menyewa tanah sawah untuk kepentingan perusahaan. Pada umumnya
tanah itu disewa dengan penduduknya sekaligus. Akibatnya, para petani tidak
dapat mengembangkan hidup dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi tenaga
kerja paksa. Rakyat tetap hidup menderita. Perubahan pada masa Van der Capellen
juga menimbulkan kekecewaan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena
diwajibkan membayar berbagai macam pajak, seperti: (a) welah-welit (pajak
tanah), (b) pengawang-awang (pajak halaman kekurangan), (c) pecumpling
(pajak jumlah pintu), (d) pajigar (pajak ternak), (e) penyongket (pajak
pindah nama), dan (f) bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
Di samping berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean
atau tol. Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan
seorang ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.
Dalam suasana
penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang bangsawan, putera Sultan
Hamengkubuwana III yang bernama Raden Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan
nama Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro merasa tidak puas dengan melihat
penderitaan rakyat dan kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran Diponegoro
merasa sedih dengan menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan
budaya Timur. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi
Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Tanggal 20 Juli 1825
meletuslah Perang Diponegoro.
Bermula
dari insiden anjir
Sejak tahun 1823, Smissaert diangkat sebagai
residen di Yogyakarta. Tokoh Belanda ini dikenal sebagai tokoh yang sangat anti
terhadap Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Smissaert bekerja sama dengan
Patih Danurejo berusaha menyingkirkan Pangeran Diponegoro dari istana
Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih Danurejo dalam
rangka membuat jalan baru memerintahkan anak buahnya untuk memasang anjir (pancang/patok).
Secara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik Pangeran
Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin. Pangeran Diponegoro memerintahkan rakyat
untuk mencabuti anjir tersebut. Kemudian Patih Danurejo memerintahkan
memasang kembali anjir-anjir itu dengan dijaga pasukan Macanan (pasukan
pengawal kepatihan). Dengan keberaniannya pengikut Pangeran Diponegoro
mencabuti anjir/patok-patok itu dan digantikannya dengan tombak-tombak
mereka. Berawal dari insiden anjir inilah meletus Perang Diponegoro.
Kala itu tanggal 20 Juli 1825 sore hari,
rakyat Tegalreja berduyun-duyun berkumpul di dalem Tegalreja dengan membawa
berbagai senjata seperti pedang, tombak, lembing dan lain-lain. Mereka
menyatakan setia kepada Pangeran Diponegoro dan mendukung perang melawan
Belanda. Belanda datang dan mengepung dalem Tegalreja. Pertempuran sengit
antara pasukan Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat dihindarkan.
Tegalreja dibumi hangus. Dengan berbagai pertimbangan, Pangeran Diponegoro dan
pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bukit Selarong.
Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak
individualis. Beliau sangat memperhatikan keselamatan anggota keluarga dan anak
buahnya. Sebelum melanjutkan perlawanan Pangeran Diponegoro harus mengungsikan
anggota keluarga, anak-anak dan orang-orang yang sudah lanjut usia ke Dekso
(daerah Kulon Progo). Untuk mengawali perlawanannya terhadap Belanda Pangeran
Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua Selarong. Dalam memimpin perang
ini Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas baik masyarakat, para punggawa
kerajaan dan para bupati. Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan 41 dari 88
bupati bergabung dengan Pangeran Diponegoro.
Mengatur
strategi dari Selarong
Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun
strategi perang. Dipersiapkan beberapa tempat untuk markas komando cadangan.
Kemudian Pangeran Diponegoro menyusun langkah-langkah. (1). Merencanakan
serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah
masuknya bantuan dari luar. (2). Mengirim kurir kepada para bupati atau ulama
agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda. (3) Menyusun daftar nama
bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan. (4). Membagi kawasan
Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan mengangkat para
pemimpinnya. Pangeran Diponegoro telah membagi menjadi 16 mandala perang,
misalnya: Yogyakarta dan sekitarnya di bawah komando Pangeran Adinegoro (adik
Diponegoro) diangkat sebagai patih dengan gelar Suryenglogo. Bagelen diserahkan
kepada Pangeran Suryokusumo dan Tumenggung Reksoprojo. Perlawanan di daerah
Kedu diserahkan kepada Kiai Muhammad Anfal dan Mulyosentiko. Bahkan di daerah
Kedu Pangeran Diponegoro juga mengutus Kiai Hasan Besari mengobarkan Perang
Sabil untuk memperkuat pasukan yang telah ada. Pangeran Abubakar didampingi
Pangeran Muhammad memimpin perlawanan di Lowanu. Perlawanan di Kulon Progo
diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan Pangeran Somonegoro. Yogyakarta bagian
utara dipimpin oleh Pangeran Joyokusumo. Yogyakarta bagian timur diserahkan
kepada Suryonegoro, Somodiningrat, dan Suronegoro. Perlawanan di Gunung Kidul
dipimpin oleh Pangeran Singosari. Daerah Plered dipimpin oleh Kertopengalasan.
Daerah Pajang diserahkan kepada Warsokusumo dan Mertoloyo, dan daerah Sukowati
dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan Mangunnegoro. Gowong dipimpin oleh
Tumenggung Gajah Pernolo. Langon dipimpin oleh Pangeran Notobroto Projo. Serang
dipimpin oleh Pangeran Serang.
Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro
didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Ali Basyah
Sentot Prawirodirjo sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama
murid-muridnya. Nyi Ageng Serang yang sudah berusia 73 tahun bersama cucunya
R.M. Papak bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang
(nama aslinya R.A. Kustiah Retno Edi), sejak remaja sudah anti terhadap Belanda
dan pernah membantu ayahnya (Panembahan Serang) untuk melawan Belanda.
Pada tahun-tahun awal Pangeran Diponegoro
mengembangkan semangat “Perang Sabil”, perlawanannya berjalan sangat efektif.
Pusat kota dapat dikuasai. Gerakan pasukan Pangeran Diponegoro bergerak ke
timur dan dapat menaklukan Delanggu dalam rangka menguasai Surakarta namun,
pasukan Pangeran Diponegoro dapat ditahan oleh pasukan Belanda di Gowok. Secara
umum dapat dikatakan pasukan Pangeran Diponegoro mendapatkan banyak kemenangan.
Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Untuk memperkokoh kedudukan
Pangeran Diponegoro, oleh para ulama dan pengikutnya ia dinobatkan sebagai raja
dengan gelar: Sultan Abdulhamid Herucokro (Sultan Ngabdulkamid Erucokro)
Perluasan
perang di berbagai daerah
Perlawanan Pangeran Diponegoro terus
meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan
Pangeran Diponegoro meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan
Rembang. Kemudian ke arah timur meluas ke Madiun, Magetan, terus Kediri dan
sekitarnya. Perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro telah mampu
menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro
sering dikenal dengan Perang Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan dan
para ulama bergerak untuk melawan kekejaman Belanda.
Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus
meluas itu, Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Beberapa komandan tempur
dikirim ke berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikirim ke
Tegal dan Pekalongan, kemudian Letkol Diell ke Banyumas. Jenderal de Kock
sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Untuk
menambah kekuatan Belanda, juga didatangkan bantuan tentara Belanda dari
Sumatera Barat.
Belanda berusaha menghancurkan pos-pos
pertahanan pasukan Pangeran Diponegoro. Sasaran pertama Belanda yaitu pos
pertahanan Pangeran Diponegoro di Gua Selarong. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan
Belanda menyerang pos tersebut. Tetapi ternyata pos Gua Selarong sudah kosong.
Ini memang sebagai bagian strategi Pangeran Diponegoro. Pos pertahanan
Diponegoro sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot
Prawirodirjo. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo ini
berhasil mengalahkan tentara Belanda di daerah-daerah bagian barat (Kulo Progo
dan sekitarnya). Sementara itu di Gunung Kidul pasukan Diponegoro yang dipimpin
oleh Pangeran Singosari juga mendapatkan berbagai kemenangan. Benteng
pertahanan Belanda di Prambanan juga berhasil diserang oleh pasukan Diponegoro
di bawah pimpinan Tumenggung Suronegoro. Plered sebagai pos pertahanan
Diponegoro juga sering mendapat serangan Belanda. Namun dapat dipertahankan
oleh pasukan Diponegoro di bawah Kertopengalasan.Seperti telah diterangkan di
atas bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari para
bupati di mancanegara (istilah mancanegara untuk menyebut daerah-daerah
yang umumnya sekarang di luar Yogyakarta). Misalnya terjadi perlawanan sengit
di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan Semarang dan Surakarta).
Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus melakukan perlawanan di bawah para
bupatinya, misalnya di Madiun, Magetan, Kertosono, Ngawi, dan Sukowati. Sementara
mancanegara bagian barat meluas di wilayah Bagelen, Magelang dan daerah-daerah
Karesiden Kedu lainnya.
Benteng
Stelsel pembawa petaka
Perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro
senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu ke pos yang lain. Pengaruh
perlawanan Diponegoro ini semakin meluas. Perkembangan Perang Diponegoro ini
sempat membuat Belanda kebingungan. Untuk menghadapi pasukan Diponegoro yang
bergerak dari pos yang satu ke pos yang lain, Jenderal de Kock kemudian
menerapkan strategi dengan sistem “Benteng Stelsel” atau “Stelsel Benteng”.
Dengan strategi “Benteng Stelsel” sedikit demi
sedikit perlawanan Diponegoro dapat diatasi. Dalam tahun 1827 perlawanan
Diponegoro di beberapa tempat berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda,
misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang. Masing-masing tempat
dihubungkan dengan benteng pertahanan. Di samping itu Magelang dijadikan pusat
kekuatan militer Belanda.
Dengan sistem “Benteng Stelsel” ruang gerak
pasukan Diponegoro dari waktu ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang
membantu Diponegoro mulai banyak yang tertangkap. Tetapi perlawanan rakyat
masih terjadi di beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus
bertahan dari serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung
Ario Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun
perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret 1828.
Sementara itu pasukan Diponegoro di bawah Sentot Prawirodirjo justru berhasil
menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon Progo sekarang). Dalam
penyerangan ini berhasil menewaskan Kapten Ingen. Peristiwa penyerangan benteng
di Nanggulan ini mendapat perhatian para pemimpin tempur Belanda. Pasukan
Belanda dikonsentrasikan untuk mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan
Sentot Prawirodirjo dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding.
Ajakan Belanda ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan
kepada Aria Prawirodiningrat untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan
hati Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada
tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot
Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain:
- Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam,
- Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai komandannya,
- Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban,
- Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.
Penyerahan diri atau tertangkapnya para
pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan
Pangeran Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang
mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari pos yang satu
ke pos yang lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro mau berakhir.
Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000
ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam
keadaan hidup maupun mati. Tetapi nampaknya tidak ada yang tertarik dengan
pengumuman itu.
I.
Perlawanan di Bali
Bali
adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali
belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830 pemerintahan Hindia
Belanda aktif menanamkan pengaruhnya. Perkembangan dominasi belanda menyulut
api perlawanan rakyat bali “perang puputan”.
Mengapa terjadi
perang puputan di bali?
Abad
ke 19 bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan berdaulat. Contohnya Kerajan
Buleleng dll. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels ada kontak dengan kerajaan
bali menyangkut hubungan dagang dan sewa. Tapi Hindia Belanda ingin menanamkan
pengaruh dan berkuasa di bali. Pertama G.A Granpre moliere misi ekonomi, kedua
huskus koopman misi politik. Misi ekonomi jauh lebih berhasil dari pada misi
politik namun terus di usahakan dan di capai perjanjian antara raja bali dan
belanda.perjanjian kontrak antara raja-raja bali dengan belanda seputar hukum
tawan karang agar di hapuskan.
Karena
kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi
penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang Asem belum
melaksanakan perjanjian tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal
belanda yang terdampar dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) .
belnda memaksa raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga
memaksa untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak
dengan tegas tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut
Jelantik mempersiapkan pos-pos dan prajurit . buleleng juga mendapat dukungan
dari kerajaan karang asem dan klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan
barat menyerbu kampung-kampung tepi pantai
ada juga pasukan laut dengan kapal selam. Karena persenjataan belanda
lebih lengkap dan modern pejuang buleleng demakin terdesak dan jebol . ibu kota
singaraja dikuasai belanda. Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani
perjanjian tanggal 6 juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng
harus menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak
boleh membangun benteng baru, 2.raja buleleng harus membayar ganti rugi dari
biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja
harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah belanda,3. Belanda
diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tipu
daya dilakukan oleh rakyat bali untuk berpura-pura menerima isi perjanjian itu.
Tapi dibalik itu raja dan patih ketut jelantik memperkuat pasukannya. Di
Jagaraga dibangun pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat juga
mempertahankan hukum tawan karang. Tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar
dipantai kusumba Klungkung,dirampas oleh kerajaan, hal itu menimbulkan amarah
Belanda.belanda memaksa untuk melaksanakannya tapi raja-raja bali tidak
menghiraukan rakyat justru dipersiapkan untuk berperang.
Tanggal
7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal 8 juni serangan di
jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara belanda J.van Swieten, Letkol
Sutherland benteng jagaraga dimulai namun dengan pertahanan gelar-supit urang
berhasil menjebak Belanda. Pasukan Belanda ditarik mundur. Kekalahan itu
menyakitkan perasaan pimpinan belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal
april 1849 datang serdadu belanda dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april
1849 seranggan Belanda dimulai di jagaraga ,tanggal 16 April Jagaraga berhasil
dilumpuhkan belanda
Terbunuhnya
raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik jatuhlah Kerajaan Buleleng. Menyusul
karang asem yang ditakhlukan 18 mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun 1906
perang puputan terjadi di Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.
J.
Perang banjar
Di
Kalimanatn Selatan berkembang kerajaan Banjar atau Banjarmasin. Pusat kekuasaan
ada di Martapura kegiatan perdaganggan berkembang pusat dengan hasil produk
yang diminati yaitu emas,intan,lada,rotan dan damar . melalui bujuk rayu dan
tekanan pada tahun 1817 terjadi perjanjiaan antara Sultan Banjar dan pemerintah
belanda. Yang berisi menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda.tanggal
4 mei 1826 menetapkan bahwa daerah kekuasaan banjar hanya tinggal daerah hulu
sungai, martapura, dan banjarmasin. Wilayah yang sempi membuat kesulitan dalam
kehidupan sosial dan ekonomi. Kebutuhan penguasa semakin meningkat dengan
demikian menyebabkan beban hidup semakin berat. Dalam suasana sosial ekonomi
yang memprihatinkan, terjadi konflik intern. Hal ini bermula dengan
meninggalnya putra mahkota abdul rakhman secara mendadak tahun 1852, sedangkan
sultan adam memilki 3 putera. Pangeran hidayatullah yang didukung pihak istana
dan mengantongi surat wasiat dari sultn adam, pangeran anom dijagokan mangkubumi,
pangeran tamjidillah didukung belanda. Perebutan kekuasaan terus berlanjut dan
terakhir pangeran antasari menjadi raja.
Pada
tanggal 28 april 1859 orang-orang muning dibawah komando panembahan aling dan
puteranya,sultan kuning menyerbu kawasan batu bara di pengaron. Tanggal 25 juni
1859 secara resmi tamjidilah mengundurkan diri dan mengembalikan legalia banjar
kepada belanda. Tamjidilah kemudian di asingkan ke bogor. Bulan agustus 1859
antasari bersama pasukannya berhasil menyerang benteng belanda di tabanio.
Kemudian pasukan surapati berhasil menenggelamkan kapal belanda, onrust, dan
merampas senjata yang ada di kapal tersebut dengan demikian perang banjar
semakin meluas.
Bulan
agustus-september tahun 1859 pertempuran banjar terjadi di tiga lokasi yaitu banualima,
martapura, dan tanah laut serta sepanjang sungai barito. Pertempuran di sungai
barito di komandani oleh pangeran antasari Kiai demang di benteng Tabanio.
Pertempuran sengit terjadi dan membawa banyak korban.
Bulan
september demam lehman dan beberapa tokoh lainnya di pertemuan Kandangan
menghasilkan kesepakatan yang intinya
a. Pemusatan kekuatan perlawanan di daerah
Amuntai
b. Membuat dan memperkuat pertahanan di
tanah laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
c. Pangeran antasari memperkuat pertahanan
di dusun atas
d. Mengusahakan senjata tambahan
“ haram manyarah
waja sampai kaputing” para pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah
penghabisan.
Sebenarnnya
pangeran hidayatullah telah meninggalkan martapura dan berkumpul dengan seluruh
anggota keluarga dan pasukannya ia berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan
perangkat kebesaaran Sultan Hidayatullah menyatakan perang jihad fi
sabilillah.gerakan perlawanan pangeran hidayatullah kemudian di pusatkan di
barabai.pasukan demang datang untuk memperkuat pasukan pangeran
hidayatullah.juga mengerahkan kapal-kapal terang dari suriname,bone dan
kapal-kapal kecil terjadi pertempuran sengit dengan seruan”allahu akbar”.mereka
penuh dengan keberanian menghadapi musuh karena yakin mati dalam perang ini
adalah mati syahid.pasukan Belanda lebih unggul dari segi persenjataan.kemudian
mereka membangun pertahanan di madang.setelah pertahanan jebol kemudian mereka berjuang
berpindah – pindah.namun belanda terus memburuh dan mempersempit ruang gerak
hidayatullah. Pada tanggal 28 februari 1862 berhasil di tangkap dan di asingkan
di cianjur jawa barat berakhirlah perlawanan hidayatullah.
Dari
pihak Antarsari terus melnjutkan perlawanan.oleh parah pengikutnya pangeran
antarsari di angkat sebagai pejuang dan pemimpin agama islam dengan gelar
amirudin kalifatullah mukminin
K.
Aceh Berjihad
Aceh
dikenal karena adanya tsunami tahun 2004 dan seburtan serambi mekkah. ibarat
serambi mekkah merupakan daerah dan kerajaan yang berdaulat. Tetapi kedaulatan
terganggu karena keserakaan dan dominasi belanda.dominasi dan kekejaman
tersebut melahirkan Perang Aceh, perang terjadi pada tahun 1873-1912
a.Latar Belakang Perang Aceh
Aceh memiliki kedudukan yang strategis juga
menjadi pusat perdagangan. Daerahnnya luas dengan hasil penting seperti ladang,
hasil tambng, dan hasil hutan.karena itu dalam rangka mewujudkan pax
neerlandica belanda berambisi menguasai aceh.tetapi orang aceh dan para sultan
bersikeras mempertahankan aceh hal tersebut di dukung oleh traktat london hal
tersebut menjadi kendala belanda. Perkembangan politik yang semakin memohok
kesultanan aceh adalah ditandatanganinya traktat sumatera antara belanda dengan
inggris 2 november 1871. isi traktat tersebut antara lain inggris memberi
kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya diseluruh
sumatera. Tahun 1873 Aceh mengirim Habib Abdurahman pergi ke Turki untuk
meminta bantuan senjata.
Langkah-langkah
tersebut diketahui ole pihak belanda, kemudian Belanda mengancam dan
mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk dibawah pemerintahan Hindia Belanda.
Tanggal 26 maret 1873 Aceh dinilai membangkang. Kemudian pecahlah pertempuran
aceh melawan Belanda. Para pejuang aceh dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah
II mengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
Persiapan
acehalam menmghadapi pemerintahan Hindia Belanda seperti pendirian pos-pos
pertahanan,dibangun kuta semacam benteng untuk memperkuat pertahanan wilayah,
penyiapan sejumlah pasukan dan persenjataan.
b. Syahid atau Menang
Agresi
belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara belanda dibawah pimpinan
jendral Mayor J.H.R kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan Aceh.
Pasukan aceh terdiri dari ulebalang ulama,dan rakyat terus mendapat gempuran
dari Belanda. Tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit dibawah pimpinan
Teuku Imeung lueng bata melawan tentara belanda dibawah pimpinan kohler untuk
memperebutkan Masjid Raya Baiturahman. Pasukan tersebut bershasil mengalahkan
kohler dibawah pohon. Kemudian pon tersebut dinamakan Kohler Boom.
Setelah
melipatgandakan kekuataanya tanggal 9 Desember 1873 belanda melakukan serangan
atau agresi yang kedua. Dipimpin oleh J.van Swieten. Tanggal 6 Januari 1874
masjid tersebut dibakar. Tanggal 15 januari 1874 Belanda dapat menduduki istana
setelah dikosongkan sultan mahmud syah. Tanggal 28 januari sultan mahmud syah
meninggal dunia karena penyakit kolera.
Dengan jatuhnya masjid Baiturahamn Belanda
mengakui bahwa Aceh merupakan daerah kekuasann belanda, namun Aceh tidak
peduli. Dan Pada tahun 1884 mereka mengangkat putra mahkota muhammad daud syah
sebagai sultan Aceh. Semangat juang semakin meningkat seiring pulangnya Habib
Abdulrahman dari turki tahun 1877. Kemudian belanda menambah kekuatannya dan
berhasil mendesak pasukan Habib Abdulrahman.
c. Perang Sabil
tahun
1884 muhammad daud syah telah dewasa dan dinobatkan sebagai sultan. Pada waktu
upacra penobatan ini para pemuka Aceh memproklamirkan “ikrar prang sabil’ (
prang sabil). Dengan perang sabil perlawanan rakyat Aceh semakin meluas. Di
Aceh bagian barat tampil teuku umar bersama istrinya cut nyak dien. Pertempuran
sengit terjadi dimeulaho. Beberapa por pertahan berhasil direbut umar. Strategi
konsentrasi stelsel belum efektif menghentikan perang Aceh. Tahun 1891 teungku
cik di tiro meninggal, tahun 1893 teuku umar menyerah pada belanda. Pada 29
maret 1896 teuku umar berbalik melwan belanda. Peristiwa itu membuat belanda
semakin marah dan geram. Snouck horgronye agar melakukan kajian tentang seluk
beluk kehidupan dan semangat juang rakyat aceh. Oleh karena itu snouck
horgronye mengusulkan beberapa cara:
a. Perlu memecah belah persatuan dan
kekuatan masyarakat aceh, sebab di lingkungan aceh terdapat rasa persatuaan
antara kaum bangsawan,ulama dan rakyat.
b. Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam
memimpin perlawanan harus dengan kekerasan,yaitu dengan kekuatan senjata
c. Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan
dan keluarganya diberi kesempatan untuk masuk kedalam korps pamong praja dalam
pemerintahan konial Belanda.
Genderang
perang dimulai tahun 1899.perang ini berlangsung selama 10 tahun. Oleh karena
itu selama 10 tahu terakhir 1899-1909 di aceh disebut masa sepuluh tahun
berdarah (Tien bloedige jaren). Karena tekanan yang terus menerus januari 1903
sultan Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah. Cara licik ini berhasil dan
digunakan untuk mematahkan perlawanan panglima pop. lem dan tuanku raha
keumala. Tanggal 6 September panglima polem juga menyarah. Tahun 1906 Cut Nyak
Dien berhasil ditangkap dibuang di Sumedang, Jawa Barat dan meninggal tanggal 8
November 1908. Pada tahun 1911 tangse Teungku Ma’at Tiro berhasil ditembak
mati.
Pada
tanggal 26 september 1910 terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem. Pang
Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil meloloskan diri. Perang aceh berakhir
pada tahun 1912 namun sebenarnya perang itu berakhir pada tahun 1942.
L.
Perang Batak
Di
Batak terdapat beberapa kelompok batak. Misalnya Batak Toba, Batak Karo, Batak
Simalungun, Batak Mandailing, Batak Pakpak. Basis masyarakat batak berada di
daerah kompleks perkampungan yang disebut huta. Gabungan dari huta disebut
horja. Kesatuan dari beberapa bius itu terbentuklah satu wilayah kerajaan. Tahun
1870 yang menjadi raja patuan bosar ompu pulo yang bergelar Si Singamangaraja
XII. Masuknya dominasi belanda ketanah batak disertai dengan penyebaran agama
kristen. Namun hal tersebut ditolak oleh raja si singamangaraja karena
ditakutkan akan menghilngkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri
yang telah ada secara turun temurun.
Dalam
menghadapi perang melawan Belanda rakyat batak sudah menyiapkan benteng
pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di dataran tinggi toba dan
silindung. Dilur tembok ditanami bambu berduru dan disebelah luarnya lagi
dibuat selokan keliling yang cukup dalam. Pertempuran pertama terjadi di bahal
batu yang berhasil dimenangkan belanda. Perang belanda semakin menyebar luas ke
daerah-daerah lain. Dengan jumlah pasuka yang cukup besar belanda mulai mengepung bakkara, akhirnya
benteng dan istana Bakkara ditembaki hujatan-hujatan senjata yang besar. Si
singamangaraja berhasi meloloskan diri dan menyingkir. Namun berhasil diburu
belanda. Dengan kekuatannya belanda berhasil menguasai tempat-tempat itu semua.
Juli
tahun 1889 Si Singamangaja XII ke Bali angkat senjata. Tetapi tanggal 4
Desember 1899 huta puong jatuh ke tangan belanda. Pasukan Belanda dibawah
pimpinan van Daden mengadakan operasi sapu bersih. Tahun 1907 belanda fokus
menangkap si singamangaraja XII. Taggal 17 junio 1907 belanda berhasil
menangkap Si Singamangaraja XII, dalam kleadan terdesak dia dan putera
puteranya melarikan diri. Namun dalam pertempuran tersebut Si Singamangaraja
berhasil tertembak mati, begitu juga puterinya dan kedua puteranya Sutan Nagari
dari Patuan. Dengan demikian berakhirlah perlawanan Batak.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Perang
yang terjadi pada abad ke – 18 dan 19 dan awal 20 merupakan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pemerintah
kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang yang licik dan kejam. Tipu
daya pura-pura mengajak damai, mengadu domba dan menangkap anggota keluarga
pimpinan perang Indonesia terus dilakukan.
Perang melawan
penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda memang belum berhasil, tetapi
semangat juang rakyat dan para pemimpin perang kita tidak akan pernah padam.
Kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Indonesia harus terus diperjuangkan agar
bebas dari penjajahan. Penjajahan pada hakikatnya selalu kejam, menangnya
sendiri, serakah, tidak memperhatikan penderitaan orang lain. Penjajahan
senantiasa bertentngan dengan harkat dan hak sasi manusia.
Banyak
nilai-nilai keteladanan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya semangat cinta tanah air, rela berkorban, kebersamaan, kerja keras
pantang menyerah engan berbagai tantangan, sehingga dapat memotivasi kita untuk
bekerja keras dan giat belajar.